Pencarian Beasiswa Kuliah ke Luar Negeri (Part 3): Ijazah, Transkrip Nilai, Sertifikat Bahasa Inggris, dan Surat Rekomendasi


Sebenarnya bagian ini adalah hal yang mesti dipersiapkan terlebih dahulu sebelum membuat CV, namun tidak ada salahnya jika urutan bahasannya terbalik ketimbang tidak dibahas sama sekali. Bagi pembaca yang sudah lulus kuliah S1, mungkin tidak perlu membaca ini karena sudah terlewat masanya, namun jika ingin berkontemplasi dan merefleksikan kuliah ke depan maka saya berpendapat bahwa membaca ini bukanlah buang-buang waktu. Sementara itu, bagi yang sekarang masih kuliah dan berjuang untuk memperbaiki IPK, artikel ini wajib dibaca untuk menambah wawasan.

Alasan saya menggabung lima persyaratan di atas adalah karena semuanya yang saya sebutkan tersebut harus dipersiapkan sebelum para pembaca lulus kuliah. Mungkin pembaca sekalian berpikir bahwa sertifikat bahasa Inggris dan surat rekomendasi bisa dipersiapkan nanti setelah lulus kuliah. Namun menurut hemat saya pribadi, masa kuliah adalah masa yang tepat untuk memulai belajar bahasa inggris dan menjalin komunikasi yang baik dengan dosen yang akan memberi rekomendasi kelak. Alhasil setelah lulus, calon mahasiswa S2/S3 bisa langsung mengambil ujian bahasa Inggris tanpa belajar intensif lebih lama lagi. Begitu juga halnya dengan surat rekomendasi, tidak elok sekali rasanya jika menodong dosen untuk membuatkan surat rekomendasi sementara saat kuliah tak pernah menjalin komunikasi dengan baik.

Mungkin yang saya sampaikan ini adalah artikel yang bisa diperdebatkan, namun tidaklah mengapa jika para pembaca mempertimbangkannya dan mempersiapkannya untuk menggapai apa yang diimpikan. Berikut adalah beberapa persyaratan yang mesti dipersiapkan selagi masih kuliah.

  • Nilai IPK > 3.25 skala 4.00. Saya yakin ada yang pro dan kontra dalam kriteria ini. Bagi sebagian orang, kriteria ini mungkin tidak masuk akal karena belum menemukan bukti seleksi beasiswa atau seleksi calon mahasiswa S2/S3 yang mensyaratkan hal tersebut. Terlebih dalam bayangan pembaca mungkin terbersit bahwa yang saat ini lebih dipandang adalah skill dan pengalaman kerja. Namun sayangnya, apa yang saya sampaikan ini benar adanya, setidaknya dalam pengalaman saya sendiri saat membantu professor saya mencarikan mahasiswa S2 di kampus saya waktu kuliah S2 di salah satu kampus di Korea Selatan. Secara implisit professor saya mensyaratkan hal tersebut. Saran saya jika pembaca masih kuliah dan ada waktu untuk memperbaiki IPK, perbaikilah sampai nilainya di atas nilai tersebut atau lebih tinggi lagi.
  • IELTS >= 6.5. Kriteria ini pun sebenarnya masih bisa berubah tergantung dari yang diminta oleh kampus tujuan. Untuk jurusan engineering biasanya minimal disyaratkan IELTS >= 6.0 dan untuk jurusan sosial disyaratkan IELTS >= 7.0. Untuk dapat beasiswa LPDP disyaratkan minimal IELTS 6.5. Untuk mendapatkan nilai tersebut ya harus belajar dengan metode yang tepat dalam hal melatih kemampuan Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Percayalah (karena ini berdasarkan pengalaman) jika para pembaca sudah mendapatkan nilai tersebut, pada saat tiba di kampus tujuan, pembaca tidak akan langsung paham dengan bahasa Inggris teman-teman yang ada di sana karena penggunaan aksen yang bervariasi di tiap negara. Lha wong yang sudah dapat nilai bagus saja masih tetap harus adaptasi, apalagi yang nilainya jelek, pasti akan lebih menderita lagi karena susah berkomunikasi. Maka, belajar bahasa Inggris selain untuk persyaratan juga menjadi modal yang penting untuk bisa bertahan hidup di negara tujuan nanti.
  • Surat rekomendasi ini berisi mengenai pengalaman dalam berinteraksi dengan dosen / orang yang akan merekomendasikan kita. Oleh karena itu, selagi mengambil mata kuliah ataupun mengerjakan Tugas Akhir (dan seterusnya) tunjukkanlah akhlak yang baik dan sopan santun kepada orang yang akan memberikan rekomendasi. Terlepas dari soal interaksi, kita juga perlu membekali diri dengan kemampuan / skill yang akan meyakinkan pemberi rekomendasi dan tentunya akan mempermudah kita dalam mengerjakan riset ke depannya.

Jika ternyata IPK terlanjur tidak bisa diperbaiki karena terganjal masa studi maksimal, maka tidak ada cara lain untuk mengkompensasi IPK selain memperkaya pengalaman riset dan skill riset. Dalam hal ini, publikasi riset adalah keniscayaan sebagai bukti keaktifan pembaca dalam melakukan riset. Sehingga setelah lulus, selagi mencari kerja, luangkanlah waktu bersama dosen pembimbing Anda untuk membantu riset beliau dan belajar membuat paper. Semakin banyak dan bagus kualitas publikasi, maka semakin besar kesempatan untuk diterima sebagai calon mahasiswa S2/S3 ataupun penerima beasiswa.

Tak hanya publikasi, pengalaman program pertukaran belajar (student exchange) ataupun double degree sebenarnya juga bisa dijadikan modal untuk meraih kesempatan studi lanjut di kampus yang sama saat pertukaran belajar. Caranya adalah dengan aktif dalam kegiatan lab atau riset yang melibatkan professor pada program tersebut. Jika pembaca bisa menunjukkan potensi dalam melakukan riset, maka pada saat yang sama professor akan mempertimbangkan pembaca untuk dapat diterima sebagai calon mahasiswa S2/S3 di sana. Dengan melengkapi pelbagai persyaratan untuk kuliah S2/S3 dan modal program tersebut, pembaca sekalian akan lebih mudah diterima sebagai calon mahasiswa S2/S3 di sana.

Jadi mulai saat ini, sebisa mungkin rencanakanlah apa yang akan pembaca sekalian jalani dan siapkanlah modal untuk ke sana karena kesempatan belajar dan beasiswa S2/S3 bukanlah pemberian dari Tuhan yang tiba-tiba datang pada kita, tapi itu adalah hasil dari ikhtiar kita berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Jika pembaca sudah lulus dan telah memiliki modal yang telah saya jelaskan di atas, maka bersyukurlah atas capaian itu. Namun jika belum memilikinya, jangan putus asa karena masih ada waktu untuk mewujudkannya.


Leave a Reply